Menyikapi Takdir Amal
Seluruh yang terjadi yang SUDAH terjadi dan BELUM terjadi sudah tercatat di lauh mahfudz
Begitu juga takdir amal kita sudah tercatat dalam lauh mahfudz berdasarkan ilmu, dan ketetapan
Bagaimana kita menyikapinya ?
Mengikuti Nabi Adam Atau Iblis ?
Mengikuti Sahabat Nabi atau Mengikuti Kaum Musyrikin ?
Belajar dari Kisah nabi adam
SETELAH nabi adam melakukan kesalahannya dan diusir dari syurga maka nabi adam bertaubat dan doa dari nabi adam dan hawa adalah
Keduanya (Adam dan Hawa) berkata:
" Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan
jika Engkau tidak mengampuni kami dan
memberi rahmat kepada kami,
niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi ".
(QS. al-A'raf (7) : 23)
Begitu juga dengan manusia lain seharusnya mengikuti nabi adam, SETELAH melakukan kesalahan maka bertaubat dan berdoa meminta ampunan
Belajar dari Kisah Iblis
Allah menyuruhnya bersujud memuliakan nabi adam (bukan menyembah adam ), kemudian iblis membangkang, SETELAH iblis melakukan kesalahan tidak memuliakan adam, Iblis menyalahkan Allah, kemudian mengancam menghalangi manusia dari jalan Allah yang lurus
Iblis menjawab:
"Karena Engkau telah menghukum saya tersesat,
saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,
Surat Al-A’raf Ayat 16
SETELAH iblis melakukan kesalahan ,
Iblis menyikapinya tidak bertaubat
tetapi menyalahkan Allah dan
Ayat diatas sebagai bukti bahwa iblis menyalahkan Allah dan
menganccam menghalangi manusia dari jalan yang lurus
Belajar Dari Kisah Sahabat Nabi dan Kaum Musyrikin
Sahabat nabi setelah mendengar ayat Allah tentang takdir bahwa takdir amal sudah tercatat mereka berdoa penuh harap, melakukan tindakan tindakan penuh semangat menuju ampunan
(sahabat nabi semangat beribadah setelah mendengar penjelasan takdir)
Dalam riwayat lain disebutkan,
bahwa ‘Umar Ibnul Khaththab ra. pernah mengajukan pertanyaan,
"Ya Rasulullah, menurut pendapatmu apakah amal-amal kita ini termasuk usaha kita,
ataukah termasuk sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah?
Beliau menjawab, ‘Semua amal kalian telah ditetapkan oleh Allah.’
Lanjut ‘Umar,
‘Kalau begitu, kami akan bersungguhsungguh dalam beribadah kepada-Nya.’"
Lihat lebih lanjut dalam al-Mu’jam al-Ausath, karya Imam al-Thabrani, Jilid 7, hadis nomor 326.
Kaum musyrikin setelah mendengar ayat Allah tentang takdir maka mereka melakukan alasan alasan pembenaran (bukan kebenaran), mereka juga menyalahkan Allah
(Kaum musyrikin menyalahkan Allah setelah mendengar penjelasan takdir)
Dan berkatalah orang-orang musyrik:
"Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apapun selain Dia,
baik kami maupun bapak-bapak kami,
dan tidak pula kami mengharamkan sesuatupun tanpa (izin)-Nya".
Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka;
maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang
Surat An-Nahl Ayat 35
Menyikapi Takdir Amal Sesuai Nabi,
Sahabat Nabi dan Orang Orang Yang Menempuh Jalan Yang Lurus
(Beliau bersabda) “Barangsiapa mengucapkannya di waktu siang dengan penuh keyakinan lalu meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk penghuni surga. Barangsiapa membacanya di waktu malam dengan penuh keyakinan lalu meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk penghuni surga.
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh:
1. Imam al-Bukhari dalam shahîhnya (no. 6306, 6323) dan al-Adabul Mufrad (no. 617, 620)
2. Imam an-Nasâ-i (VIII/279), as-Sunanul Kubra (no. 9763, 10225), dan dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 19, 468, dan 587)
3. Imam Ibnu Hibbân (no. 928-929-at-Ta’lîqâtul Hisân ‘ala Shahih Ibni Hibbân)
4. Imam ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 7172), al-Mu’jamul Ausath (no. 1018), dan dalam kitab ad-Du’aa (no. 312-313)
5. al-Hâkim (II/458)
6. Imam Ahmad dalam musnadnya (IV/122, 124-125)
7. Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 1308), dan lainnya dari Shahabat Syaddad bin Aus Radhiyallahu anhu
Memohon Kebaikan Di Dunia dan Di Akhirat
“Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia,
berikan pula kebaikan di akhirat
dan lindungilah Kami dari siksa neraka.”
(QS. al-Baqarah : 201).
Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu berdoa:
“Ya Allah, jika Engkau tetapkan aku pada kelompok orang yang malang, maka hapuskanlah aku, dan tetapkanlah aku pada golongan orang yang bahagia.” (Ibid, Juz. 16, Hal. 483)
Kaum salaf –seperti Syaqiq dan Abu Wa-il- juga berdoa:
اللهم إن كنت كتبتنا أشقياء، فامحنَا واكتبنا سعداء، وإن كنت كتبتنا سعداء فأثبتنا، فإنك تمحو ما تشاءُ وتثبت وعندَك أمّ الكتاب
“Ya Allah, jika Engkau menetapkan kami bersama orang-orang yang sengsara, maka hapuskanlah kami, dan tulislah kami bersama orang-orang yang bahagia. Jika Engkau tetapkan kami bersama orang-orang yang bahagia, maka tetapkanlah, sesungguhnya Engkau menghapus apa-apa yang Kau kehendaki, dan menetapkannya, dan pada sisiMu terdapat Ummul Kitab.
Surat An-Nahl Ayat 35
Menyikapi Takdir Amal Sesuai Nabi,
Sahabat Nabi dan Orang Orang Yang Menempuh Jalan Yang Lurus
Allah Tidak Mendzalimi HambaNya
Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah,
dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat
gandakannya
dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.
QS. An-Nisa' [4] : 40
(Azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri,
dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Nya.
QS. 'Ali `Imran [3] : 182
Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh
maka (pahalanya) untuk
dirinya sendiri
dan barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat,
maka
(dosanya) untuk dirinya sendiri;
dan sekali-kali tidaklah Rabb-mu
menganiaya hamba-hamba-Nya.
Surat Fussilat Ayat 46
Allah Memberikan Dua Jalan
Manusia Diberi Pilihan Untuk Memilih Jalan
PILIH JALANMU ADA DALAM POTENSIMU
PILIH JALANMU ADA DALAM POTENSIMU
“Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaannya.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
(QS. As-Syams: 8-10)
Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
(QS. As-Syams: 8-10)
Memohon Ampun dan Berlindung dari Keburukan Diri Sendiri
Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
“Sesungguhnya Istighfâr yang paling baik adalah seseorang hamba mengucapkan :
ALLAHUMMA ANTA RABBII LÂ ILÂHA ILLÂ ANTA KHALAQTANII WA ANA ‘ABDUKA WA
ANA ‘ALA ‘AHDIKA WA WA’DIKA MASTATHA’TU A’ÛDZU BIKA MIN SYARRI MÂ
SHANA’TU ABÛ`U LAKA BINI’MATIKA ‘ALAYYA WA ABÛ`U BIDZANBII FAGHFIRLÎ FA
INNAHU LÂ YAGHFIRU ADZ DZUNÛBA ILLÂ ANTA
(Ya Allâh, Engkau adalah Rabbku,
tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau.
Engkau yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu.
Aku menetapi perjanjian-Mu dan janji-Mu sesuai dengan kemampuanku.
Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku,
aku mengakui nikmat-Mu kepadaku
dan aku mengakui dosaku kepada-Mu, maka ampunilah aku.
Sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau).
(Beliau bersabda) “Barangsiapa mengucapkannya di waktu siang dengan penuh keyakinan lalu meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk penghuni surga. Barangsiapa membacanya di waktu malam dengan penuh keyakinan lalu meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk penghuni surga.
TAKHRIJ HADITS
Hadits ini shahih. Diriwayatkan oleh:
1. Imam al-Bukhari dalam shahîhnya (no. 6306, 6323) dan al-Adabul Mufrad (no. 617, 620)
2. Imam an-Nasâ-i (VIII/279), as-Sunanul Kubra (no. 9763, 10225), dan dalam ‘Amalul Yaum wal Lailah (no. 19, 468, dan 587)
3. Imam Ibnu Hibbân (no. 928-929-at-Ta’lîqâtul Hisân ‘ala Shahih Ibni Hibbân)
4. Imam ath-Thabarani dalam al-Mu’jamul Kabîr (no. 7172), al-Mu’jamul Ausath (no. 1018), dan dalam kitab ad-Du’aa (no. 312-313)
5. al-Hâkim (II/458)
6. Imam Ahmad dalam musnadnya (IV/122, 124-125)
7. Imam al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (no. 1308), dan lainnya dari Shahabat Syaddad bin Aus Radhiyallahu anhu
Memohon Kebaikan Di Dunia dan Di Akhirat
“Ya Allah, berikanlah kepada Kami kebaikan di dunia,
berikan pula kebaikan di akhirat
dan lindungilah Kami dari siksa neraka.”
(QS. al-Baqarah : 201).
Memohon ditetapkan sebagai penghuni syurga
Diriwayatkan dari Abi Utsman An-Nahdi bahwa sahabat Umar bin Khattab
pernah melakukan thawaf di Ka’bah sambil menangis dan mengucapkan doa,
“Ya Allah, jika Engkau menuliskan untukku dalam golongan orang-orang
yang beruntung, tetapkan aku padanya. Jika Engkau menuliskan untukku
dalam golongan orang-orang yang celaka dan berdosa, hapuskanlah dan
tetapkan aku dalam golongan orang-orang yang beruntung dan mendapatkan
ampunan. Sesungguhnya Engkau menghapus apa yang Engkau kehendaki dan
menetapkannya. Dan di sisi-Mu-lah Ummul Kitab (Lauhul Mahfudz)Ibnu Mas’ud Radhiallahu ‘Anhu berdoa:
“Ya Allah, jika Engkau tetapkan aku pada kelompok orang yang malang, maka hapuskanlah aku, dan tetapkanlah aku pada golongan orang yang bahagia.” (Ibid, Juz. 16, Hal. 483)
Kaum salaf –seperti Syaqiq dan Abu Wa-il- juga berdoa:
اللهم إن كنت كتبتنا أشقياء، فامحنَا واكتبنا سعداء، وإن كنت كتبتنا سعداء فأثبتنا، فإنك تمحو ما تشاءُ وتثبت وعندَك أمّ الكتاب
“Ya Allah, jika Engkau menetapkan kami bersama orang-orang yang sengsara, maka hapuskanlah kami, dan tulislah kami bersama orang-orang yang bahagia. Jika Engkau tetapkan kami bersama orang-orang yang bahagia, maka tetapkanlah, sesungguhnya Engkau menghapus apa-apa yang Kau kehendaki, dan menetapkannya, dan pada sisiMu terdapat Ummul Kitab.
Terus Berusaha dan Bertindak Melakukan Kebaikan
Karena Manusia Diciptakan Bukan Untuk Berdebat Takdir
Manusia Diciptakan Untuk Melakukan Perbuatan Baik
riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat marah sekali,
ketika beliau keluar menemui para Sahabatnya
pada suatu hari saat mereka sedang berdebat tentang masalah takdir,
sehingga wajah beliau memerah,
seolah-olah biji delima terbelah di keningnya,
lalu beliau bersabda,
“Apakah dengan ini kalian diperintahkan?
Apakah dengan ini aku diutus kepada kalian?
Sesungguhnya umat-umat sebelum kalian telah binasa
ketika mereka berselisih mengenai perkara ini.
Oleh karena itu, aku meminta kalian,
janganlah berselisih mengenainya.”
(HR. At-Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah
kitab al-Qadar bab Maa Jaa-a fit Tasydiid fil Khaudh fil Qadar,
(IV/443, no. 2133),
dan dia mengatakan, “Dalam bab ini dari ‘Umar, ‘Aisyah dan Anas. Hadits ini gharib,
kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalan ini dari hadits Shalih al-Mirri.
Sedangkan Shalih al-Mirri mempunyai banyak hadits gharib yang diriwayatkannya sen-dirian yang tidak diikuti dengan riwayat-riwayat pendukung.”
Al-Albani menilai hasan dalam Shahiih Sunan at-Tirmidzi, (II/223, no. 1732 dan 2231).
Hadits ini mempunyai pendukung dari
hadits ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu dengan redaksi:
“Janganlah bergaul dengan orang-orang yang suka membicarakan takdir
dan jangan membuka pembicaraan dengan mereka.”
Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad, (I/30), Abu Dawud,
(V/84, no. 4710 dan 4720), dan al-Hakim, (I/85).
“Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh (tindakan tindakan baik),
benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka
dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan
yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.“
(QS: Al-Ankabut: 7)
riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat marah sekali,
ketika beliau keluar menemui para Sahabatnya
pada suatu hari saat mereka sedang berdebat tentang masalah takdir,
sehingga wajah beliau memerah,
seolah-olah biji delima terbelah di keningnya,
lalu beliau bersabda,
“Apakah dengan ini kalian diperintahkan?
Apakah dengan ini aku diutus kepada kalian?
Sesungguhnya umat-umat sebelum kalian telah binasa
ketika mereka berselisih mengenai perkara ini.
Oleh karena itu, aku meminta kalian,
janganlah berselisih mengenainya.”
(HR. At-Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah
kitab al-Qadar bab Maa Jaa-a fit Tasydiid fil Khaudh fil Qadar,
(IV/443, no. 2133),
dan dia mengatakan, “Dalam bab ini dari ‘Umar, ‘Aisyah dan Anas. Hadits ini gharib,
kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalan ini dari hadits Shalih al-Mirri.
Sedangkan Shalih al-Mirri mempunyai banyak hadits gharib yang diriwayatkannya sen-dirian yang tidak diikuti dengan riwayat-riwayat pendukung.”
Al-Albani menilai hasan dalam Shahiih Sunan at-Tirmidzi, (II/223, no. 1732 dan 2231).
Hadits ini mempunyai pendukung dari
hadits ‘Umar bin al-Khaththab Radhiyallahu anhu dengan redaksi:
“Janganlah bergaul dengan orang-orang yang suka membicarakan takdir
dan jangan membuka pembicaraan dengan mereka.”
Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad, (I/30), Abu Dawud,
(V/84, no. 4710 dan 4720), dan al-Hakim, (I/85).
“Dan orang-orang yang beriman dan beramal saleh (tindakan tindakan baik),
benar-benar akan Kami hapuskan dari mereka dosa-dosa mereka
dan benar-benar akan Kami beri mereka balasan
yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan.“
(QS: Al-Ankabut: 7)
Rasulullah bersabda
“Apa yang aku perintahkan maka kerjakanlah semampumu
dan apa yang aku larang maka jauhilah“.
(HR Bukhari)